PROFESIONALITAS PENDIDIK
Oleh: Alde Rado, MA[1]
ABSTRACT
Educator represents one of the professional energy which executes
its duty of Education environment. Start from drawing up study materials /
lecturing, executing study process / lecturing up to step evaluate study /
lecturing. In reaching good performance hence professional energy must be drawn
up better as well, going through education ladder which is linear with its
duty, answering the demand of condition by qualification as professional energy
of teacher for example owning certificate as a teacher so also with lecturer is
obliged to go through minimum ladder of strata two and have certificate, owning
and integrity have dedication to
shouldered duty as educator energy. Related to Governmental lecturer and
teacher have assured in Law Number 14 Year 2005 about Teacher and Lecturer.
Key Words: Teacher, Lecturer and Professional.
A.
Pendahuluan
P
|
endidik dalam artian luas adalah setiap orang yang berkewajiban membina
anak-anak. Secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan
dari
orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar.
Sebab secara alamiah pula anak manusia membutuhkan pembimbingan seperti itu
karena ia dibekali insting sedikit sekali untuk mempertahankan hidupnya. Dalam
hal ini,
orang-orang yang berkewajiban membina anak secara alamiah adalah orang tua
mereka masing-masing, warga masyarakat, dan lingkungannya.
Sementara itu, pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang
yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis
pendidik ini diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar
mereka menguasai ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan. Pendidik ini tidak cukup belajar di
Perguruan Tinggi saja sebelum diangkat menjadi guru atau dosen, melainkan juga
belajar dan diajar selama mereka bekerja seperti workshop, seminar, pelatihan-pelatihan agar profesionalisasi mereka
semakin meningkat.
Pasal 1 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, menyebutkan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Selanjutnya dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Guru besar atau
profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi
bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Maka oleh sebab itu sangat perlu rasanya untuk
dibahas terkait dengan profesionalisasi pendidik dalam rangka memperkaya
khazanah tentang arti dan tugas pokok seorang tenaga profesional setidaknya mampu juga bekerja
secara profesional di lingkungan pendidikan. Kedepan tulisan ini akan
membicarakan tentang profesi pendidik.
B.
Metode Penulisan
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam
penulisan jurnal ini adalah pendekatan kepustakaan, merujuk ke buku-buku yang
relevan dengan judul yang penulis tuangkan serta melakukan analisis deskriptif
dan mensinkronisasikan teori dengan realitas sekarang. Semoga karya ilmiah ini
dapat menjadikan bekal, pedoman dan perbaikan kinerja pendidik di masa yang akan datang.
C.
Profesionalitas Pendidik
1. Pengertian Profesionalitas
Istilah profesional diserap dari bahasa Inggris (profesion),
bahasa Belanda (profassi) atau bahasa Latin (profession) berarti
pengakuan atau pernyataan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu.
Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memiliki kepandaian
khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk
melakukannya. “Profesionalisasi ialah proses membuat suatu badan organisasi
agar menjadi profesional”.[2]
Oemar Hamalik menjelaskan bahwa profesi adalah
suatu kepandaian khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan suatu
pekerjaan dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[3]
Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes dalam buku Piet A.
Sahertian menjelaskan bahwa profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan
menjadi pekerjaan itu sendiri.[4]
Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan
yang memerlukan pendidikan lanjut, memiliki
keterampilan melalui ilmu pengetahuan yang mendalam, dan menempuh jenjang
pendidikan khusus sebagai sebuah persyaratan.
Kata profesional berasalkan dari kata sifat yang berarti pencaharian
dan sebagai kata benda berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru,
dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat
profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
dapat pekerjaan lain.[5]
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.[6]
Untuk memberikan kesimpulan dari pengertian profesional sedikitnya
menurut Harefa ada 13 (tiga belas) indikator sehingga seseorang dikatakan
sebagai profesional, yaitu:
a. Bangga
pada pekerjaan, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas.
b. Berusaha
meraih tanggung jawab.
c. Mengantisipasi,
dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif.
d. Mengerjakan
apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas.
e. Melibatkan
diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan
untuk mereka.
f. Selalu
mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang-orang
yang mereka layani.
g. Ingin
belajar sebanyak mungkin.
h. Benar-benar
mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani.
i.
Belajar memahami dan berfikir seperti
orang-orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang
itu tidak ada di tempat.
j.
Mereka adalah pemain tim.
k. Bisa
dipercaya memegang rahasia.
l.
Jujur bisa dipercaya dan setia.
m. Terbuka
terhadap kritik-kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.[7]
Dari indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa
profesional adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk
melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang
ditempuhnya, ahli, memiliki kemampuan, berintegritas serta memiliki rasa
tanggung jawab terhadap pekerjaan dan
amanah yang diberikan.
Mukhtar Lutfi dalam buku Syafruddin Nurdin
menjelaskan bahwa ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan
agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:
1) Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang
dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang lama, bahkan
seumur hidup.
2) Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan
kecakapan/keahlian yang khusus dipelajari.
3) Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur
dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat
dijadikan pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan terhadap mereka yang
membutuhkan.
4) Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan
untuk mencari keuntungan secara material/finansial sebagai diri sendiri.
5) Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostik dan
kompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang dilayani.
6) Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar
prinsip-prinsip atau norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau
dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi.
7) Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma
tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh
masyarakat.
8) Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang
membutuhkan pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subyeknya.
Sedangkan syarat profesi menurut Uzer Usman adalah:
a. Menuntut
adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.
b. Menemukan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c. Menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
d. Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
e. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
f. Memiliki
kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g. Memiliki
klien/objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya.
h. Diakui
oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.[8]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang
direncanakan, menempuh pendidikan dan pengalaman sistematis, terukur dan dapat
dikembangkan, memiliki nilai-nilai pengabdian sehingga membutuhkan keikhlasan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab keprofesian, banyak hal yang kita
ketahui tentang tenaga profesi seperti guru, dosen, notaris, pilot, dokter,
pengacara dan lain-lain. Sehingga para profesional mampu memainkan peran sesuai
dengan job description masing-masing. Tidak dipungkiri juga tenaga
profesional mengukur segala sesuatu itu dengan nilai-nilai materil, nilai
pragmatis yang terkadang tidak menjaga kredibilitas kinerjanya sebagai tenaga
yang profesional.
2.
Profesi Pendidik
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan
dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak
mulia dalam kehidupan peserta didik, dengan demikian waktu dan kesempatannya
dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga ia tidak mempunyai waktu
lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari justru itu pendidik berhak
untuk mendapatkan gaji dan penghargaan.[9]
Guru dan dosen sebagai pendidik anak bangsa merupakan
jabatan profesional, mereka menempuh jenjang pendidikan dan pengalaman yang
jelas, memberikan kontribusi ilmu pengetahuan kepada peserta didik sesuai
dengan kualifikasi ilmu pengetahuan yang dimilikinya, diberikan tunjangan profesi oleh pemerintah, difasilitasi untuk
mengembangkan kompetensinya agar menjadi tenaga yang profesional, namun sangat
disayangkan realita hari ini para pendidik sudah mulai tidak menjaga
kehormatannya sebagai tenaga yang profesional, tidak lagi menunjukkan dedikasi
yang baik dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kampus ataupun di sekolah, tidak
memiliki semangat hidup untuk mengembangkan kompetensi diri, marah dikritik
atau dinilai teman sejawat, tidak mampu memanajemen keuangan sehingga pikirannya terkuras dalam memikirkan ekonomi rumah
tangga sehingga mendeskriminatifkan tugas sebagai pendidik yang profesional,
prilaku yang menyimpang karena tidak dilandaskan kepada keimanan dan
ketaqwaan.
Sedangkan
menurut Al-Kanani salah seorang pakar pendidikan Islam mengemukakan persyaratan
seorang pendidik atas tiga macam, yaitu: Berkenaan dengan dirinya, berkenaan
dengan pelajaran dan yang berkenaan dengan muridnya.
Syarat-syarat
yang berhubungan dengan dirinya, yaitu:
a. Hendaknya
guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan
dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya.
b. Hendaknya
guru memelihara kemuliaan ilmu.
c. Hendaknya
guru bersifat zuhud.
d. Hendaknya
guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk
mencapai kedudukan, harta, prestise atau kebanggaan atas orang lain.
e. Hendaknya
guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi
situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat
menjatuhkan harga dirinya.
f. Hendaknya
guru memelihara syiar-syiar Islam.
g. Hendaknya
guru rajin melakukan hal-hal yang di sunatkan agama.
h. Hendaknya
guru memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulan dengan orang banyak dan
menghindari diri dari akhlak yang tercela.
i.
Hendaknya guru mengisi waktu-waktu
luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
j.
Hendaknya guru selalu belajar dan tidak
merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah dari padanya baik
dari segi kedudukannya ataupun dari usianya.
k. Hendaknya
guru rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan
dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.
Syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran, yaitu:
a. Sebelum
keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadast dan
kotoran serta menggunakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan
syariat.
b. Ketika
keluar dari rumah guru hendaknya berdoa agar tidak sesat dan terus berzikir
kepada Allah SWT.
c. Hendaknya
guru mengambil tempat pada posisi yang dapat terlihat oleh semua murid.
d. Sebelum
memulai mengajar, guru hendaknya membaca sebagian dari Al-Qur’an agar
memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmallah.
e. Guru
hendaknya mengajar bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan
kepentingan.
f. Hendaknya
guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras dan tidak pula
terlalu rendah.
g. Hendaknya
guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan kepada objek
tertentu.
h. Hendaknya
guru menegur murid-murid yang tidak menjaga sopan santun.
i.
Hendaknya guru bersikap bijak dalam
penyampaian pelajaran, dan menjawab pertanyaan.
Kode etik guru di tengah-tengah para murid antara lain:
a. Guru
hendaknya mengajar dengan niat mengharap ridho Allah.
b. Guru
hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat yang
tulus dalam belajar.
c. Guru
hendaknya mencintai muridnya seperti dia mencintai dirinya sendiri.
d. Guru
hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
e. Menyampaikan
pelajaran dengan bahasa yang mudah dipahami dan berusaha agar muridnya dapat
memahami pelajaran.
f. Guru
hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
g. Guru
hendaknya bersikap adil terhadap sesama muridnya.
h. Berusaha
membantu memenuhi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan ataupun dengan
hartanya.
i.
Guru hendaknya terus menerus membantu
perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya.[10]
Tak dapat dipungkiri bahwa guru juga seorang manusia biasa yang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka juga mempunyai rasa marah, kesal,
benci dan sebagainya. Namun karena mereka sudah menyandang predikat sebagai
seorang guru yang digugu dan ditiru, maka mau tidak mau suka tidak suka, mereka
harus mau untuk introspeksi, berbenah diri, terus belajar dan menjaga citranya
sebagai seorang pendidik atau guru.
Profesionalitas guru pada akhirnya tercermin dalam berbagai keahlian
yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran baik terkait dengan bidang keilmuan
yang diajarkan, kepribadian, metodologi, pembelajaran, maupun psikologi
belajar. Sudarman Danim menjelaskan bahwa “guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu
sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh profesi keguruan”.[11] Jadi guru profesional adalah guru yang senantiasa menguasai bahan
atau materi pelajaran yang akan disampaikan
dalam interaksi pembelajaran, serta senantiasa mengembangkan
kemampuannya secara berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang dimiliki maupun
pengalamannya.
Dengan cara demikian guru akan memperkaya diri dengan berbagai ilmu
pengetahuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dalam interaksi belajar mengajar
sehingga dengan kemampuannya baik dalam hal metode mengajar, gaya mengajar ataupun
penyampaian materi pelajaran bisa menyukseskan interaksi belajar mengajar ataupun
proses belajar mengajar.
Maka dapat disimpulkan profesional dalam bidang keguruan berarti
orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan
terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dengan bidangnya yaitu
sebagai guru. Setiap guru yang profesional dalam melaksanakan pekerjaannya
mempunyai ciri-ciri yang harus ada pada guru tersebut, menurut Syaefudin Sa`ud profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu
pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga
meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.[12]
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu dalam Pasal 10 Undang-Undang RI
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyatakan bahwa kompetensi guru mencakup pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional. Selanjutnya sertifikasi guru diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 11). Ini berarti sertifikasi
tidak boleh dikeluarkan oleh badan-badan ataupun lembaga-lembaga lain selain
seperti tersebut di atas. Ketentuan ini bermaksud menjaga mutu kualifikasi
guru.
Bagi guru yang berkualitas dan memenuhi persyaratan
tersebut di atas diberi imbalan seperti tertuang dalam Pasal 15 yaitu gaji
pokok, beserta tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Yang dimaksud maslahat
tambahan tertuang dalam Pasal 19, berupa kesejahteraan seperti tunjangan
pendidikan, asuransi beasiswa, layanan kesehatan, dan penghargaan-penghargaan
tertentu. Guru juga diberi cuti seperti pegawai biasa dan tugas belajar (Pasal
40). Hal ini sangat jelas bagi kita bahwa guru memiliki tanggung jawab besar
terhadap keprofesionalan kinerjanya sehingga akan balance antara hak dan kewajiban.
Setelah menguraikan tentang guru maka sedikit kita
beralih membahas tentang dosen. Istilah dosen dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
Secara umum persyaratan untuk dosen tidak banyak
berbeda dengan persyaratan guru, seperti kualifikasi, kompetensi, dan
sertifikasi juga dipersyaratkan bagi dosen. Pasal 46 menyatakan dosen minimal
lulus magister
untuk mengajar di program diploma dan sarjana, untuk lulusan program doktor
mengajar di Pascasarjana. Pada Pasal 48 disebutkan persyaratan untuk menduduki jabatan guru besar harus
memiliki ijazah doktor. Dengan demikian dosen nondoktor tidak diizinkan
mengusul menjadi guru besar. Maksud aturan ini adalah agar guru besar memiliki
kualifikasi yang bagus. Selanjutnya Pasal 49 menyebutkan guru besar yang memiliki karya
ilmiah atau karya monumental sangat istimewa dalam bidangnya dan diakui secara
internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.
Melaksanakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.
Merencanakan, melaksanakan
proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.
Meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.
Bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
e.
Menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika;
dan
Merujuk dari Pasal 60 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru
dan Dosen, dapat dipahami bahwa
setiap dosen wajib merencanakan pembelajaran sebelum masuk pada tahapan proses
pembelajaran, diantaranya setiap dosen harus membuat silabus dan satuan acara perkuliahan
(SAP) yang mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sesuai
dengan Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013 Pasal 10 ayat (4) yang berbunyi setiap program studi wajib menyusun
kurikulum, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dengan mengacu kepada KKNI bidang
pendidikan tinggi.
Terkait dengan kondisi pembelajaran pendidikan
tinggi di Indonesia, secara umum masih cukup beragam. Hasil penelitian Tim
Pengembang Kurikulum Pendidikan Tinggi, Direktorat Pendidikan Tinggi di seluruh
Kopertis, ditemukan data-data sebagai berikut :[14]
1.
Dosen kurang
memahami esensi kurikulum dalam sistem pendidikan sehingga implementasi
kurikulum menjadi sempit dan kaku. Artinya, pengembangan materi pembelajaran
secara kontekstual masih sangat terbatas.
2.
Dosen kurang
mempersiapkan perangkat pembelajaran sebelum melakukan pembelajaran sehingga
perkuliahan didominasi ceramah dan atau diskusi secara menoton.
3.
Dosen kurang jelas
merumuskan capaian pembelajaran sehingga sebatas memenuhi jumlah tatap muka.
4.
Penggunaan strategi
dan metode pembelajaran kurang jelas sehingga perkuliahan minim kreativitas.
5.
Evaluasi
pembelajaran sebatas pemberian skor/nilai sehingga kurang mengarah pada
pemberian stimulus membuka potensi diri mahasiswa yang bersangkutan.
Jika temuan Tim Pengembang Kurikulum Pendidikan
Tinggi, Direktorat Pendidikan Tinggi di atas dilihat dengan kacamata
perkembangan metode pembelajaran berbasis kuantum, seperti accelerated learning, quantum learning, brain based learning, active
learning, dan sebagainya tampak dosen-dosen di Kopertis kurang mengikuti
dinamika perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang strategi
pembelajaran. Dan hal yang serupa juga bisa terjadi pada dosen-dosen PTKI
ataupun PTKIS jika pada personal dosen terdapat kasalahan yang serupa.
Harus diakui bahwa realitas perkuliahan atau pembelajaran
di perguruan tinggi Indonesia masih sangat beragam, mulai dari yang
konvensional (teacher centred) hingga
modern (student centred). Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran, masih ada
beberapa dosen yang kurang pemahamannya atau dosen kurang peduli terhadap
capaian pembelajaran beserta penggunaan strategi atau metode pembelajaran yang
tepat. Maka oleh sebab itu dosen sebaiknya melakukan perubahan yang signifikan
terhadap strategi pembelajaran atau perkuliahan, mulai dari desain
pembelajaran, tepat dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga pembelajaran
lebih efektif dan efesien dan melakukan evaluasi pembelajaran untuk mengukur
capai pembelajaran.
Sistem pembelajaran yang baik adalah sistem
pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar secara bermakna kepada
mahasiswa untuk membuka keunikan potensi dirinya dalam menginternalisasikan knowledge, skills, dan attitudes.
Selanjutnya, sistem penjaminan mutu pendidikan
tinggi sering kali tidak berfungsi dengan baik, seperti sistem pendukung
terkait tata kelola sumber daya manusia, sarana da prasarana, dan lingkungan
pembelajaran, sistem pelayanan, monitoring dan evaluasi pembelajaran serta
tindak lanjut dari evaluasi tersebut. Meskipun demikian, harus diakui bahwa
masih banyak perguruan tinggi yang menerapkan sistem penjaminan mutu dengan
baik sehingga proses pembelajaran dapat mencapai standar minimal capaian
pembelajaran yan ditetapkan. Perguruan tinggi seperti ini dapat dengan mudah
diakui oleh masyarakat secara luas, baik lokal, nasional, dan internasional.
Pada rumusan KKNI terdapat sembilan karakter
proses pembelajaran yang mesti dilakukan oleh dosen. Elaborasi kemenristekdikti
No. 44 Tahun 2015 Pasal 11 disebutkan bahwa :[15]
1)
Karakteristik proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat
(2) huruf a terdiri atas sifat interaktif, holistik, integratif, saintifik,
kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa.
2)
Interaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capai
pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan proses interaksi dua arah
antara mahasiswa dan dosen.
3)
Holistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa proses
pembelajaran mendorong terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas
dengan menginternalisasikan keunggulan dan kearifan lokal maupun nasional.
4)
Integratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang terintegrasi untuk
memenuhi capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan dalam satu kesatuan
program melalui pendekatan antardisiplin atau multidisiplin.
5)
Saintifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan
pendekatan ilmiah sehingga tercipta lingkungan akademik yang berdasarkan sistem
nilai, norma, dan kaidah ilmu pengetahuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan kebangsaan.
6)
Kontekstual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capain
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan
tuntutan kemampuan menyelesaikan masalah ranah keahliannya.
7)
Tematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuiakan dengan
karakteristik keilmuan program studi dan dikaitkan dengan permasalahan nyata
melalui pendekatan transdisiplin.
8)
Efektif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna dengan mementingkan
internalisasi materi secara baik dan benar dengan kurun waktu yang optimum.
9)
Kolaboratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa
capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran bersama yang
melibatkan interaksi antar individu untuk menghasilkan kapitalisasi sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
10)
Berpusat pada mahasiswa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan
bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalaui proses pembelajaran yang
mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan
mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dan mencari dan menemukan pengetahuan.
Merujuk dari aturan di atas dapat disimpulkan
bahwa dosen mimiliki arti penting dalam transfer
of knowledge dan transfer of value
sehingga lulusan yang dihasilkan dari proses pembelajaran mampu mengembangkan
khazanah keilmuan yang mendalam dan holistik yang mampu menjawab tantangan
globalisasi di zaman yang serba kecanggihan ini, selanjutnya lulusan tidak
hanya dibekali dengan ilmu pengatahuan dan teknologi saja tetapi juga di isi
dengan nilai-nilai karakter yang kemudian menjadikan mahasiswa lulusan mampu
menyeimbangkan kebutuhan akal dan sikap berprikemanusian yang tidak terlepas
dari kontek agama. Sasaran akhir dari hasil pembelajaran yang di desian oleh
dosen adalah bagaimana mahasiswa lulusan mampu menunjukkan dedikasi dari
implikasi pengembangan kemampuan keterampilan dalam rangka menjawab tantangan
lapangan pekerjaan baik lokal, nasional dan internasional.
Penelitian juga harus dilakukan oleh dosen,
penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah
secara sistematis untuk memperoleh informasi data dan keterangan yang berkaitan
dengan pemahaman dan/atau pengujian suatu cabang pengetahuan dan teknologi.[16]
Kegiatan meneliti
merupakan salah satu kewajiban dosen dalam melaksanakan tri dharma
perguruan tinggi. melalui penelitian, banyak hasil dan dampak yang dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, termasuk
mengembangkan dunia pendidikan. Namun sangat disayangkan tidak sedikit dosen
yang hanya menghabiskan waktunya pada proses pembelajaran saja sehingga kurang
mengisi waktunya pada penelitian. Jika dosen mampu meluangkan waktunya secara
intensif dan fokus terhadap penelitian maka produk yang dihasilkan akan
memperkaya teori dan ilmu pengetahuan yang kemudian mampu mengangkat keilmuan
peneliti dan perguruan tingginya.
Selanjutnya perguruan tinggi juga ikut serta dalam
mengembangkan kemampuan meneliti bagi dosen, memberikan motivasi dalam
melakukan penelitian, memberikan workshop
penelitian bagi peneliti pemula, menyediakan operasional penelitian atau dana
penelitian bagi peneliti sehingga dosen yang malakukan penelitian dapat memotivasi
dosen dalam melakukan penelitian, keterbiasaan dalam melakukan penelitian akan
berdampak positif kepada karya ilmiah dosen dan kemudian akan bermuara kepada
dinamika ilmiah dikalangan perguruan tinggi.
Setidaknya ada lima standar hasil penelitian[17] :
1.
Standar hasil
penelitian merupakan kriteria tentang mutu hasil penelitian.
2.
Hasil penelitian di
perguruan tinggi diarahkan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
3.
Hasil penelitian
merupakan semua luaran yang dihasilkan melalui kegiatan yang memenuhi kaidah
dan metode ilmiah secara sistematis sesuai otonomi keilmuan dan budaya
akademik.
4.
Hasil penelitian
mahasiswa harus memenuhi capaian pembelajaran lulusan dan ketentuan peraturan
di perguruan tinggi.
5.
Hasil penelitian
tidak bersifat rahasia, tidak mengganggu dan/atau tidak membahayakan
kepentingan umum atau nasional, wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan,
dipublikasikan, dipatenkan, dan/atau cara lain yang dapat digunakan untuk
menyampaikan hasil penelitian kepada masyarakat.
Tugas selanjutnya adalah pengabdian masyarakat
yang merupakan kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pengabdian masyarakat salah satu pilar tri dharma perguruan
tinggi, disamping dharma pendidikan dan pengajaran serta dharma penelitian.
Pengabdian masyarakat merupakan bagian integral tri dharma perguruan tinggi
yang dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari dua dharma yang lain serta
melibatkan segenap sivitas akademik : dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan
serta alumni.
Permenristekdikti nomor 44 tahun 2015 tentang
standar nasional pendidikan tinggi bab IV pasal 55 menyebutkan bahwa standar
hasil pengabdian kepada masyarakat :
1. Standar hasil pengabdian kepada masyarakat merupakan kriteria minimal hasil
pengabdian masyarakat dalam menerapkan, mengamalkan, dan membudayakan ilmu
pengetahuan dan teknologi guna memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
2. Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana ayat (1) adalah :
a. Penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat dengan memanfaatkan keahlian
sivitas akademika yang relevan;
b. Pemanfaatan teknologi tepat guna;
3. Bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; atau
4. Bahan ajar atau modul pelatihan untuk pengayaan sumber belajar.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengabdian
masyarakat yang dilakukan dosen dan segenap sivitas akademika diharapkan dapat
menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki yang secara langsung dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat dan mampu mengatasi persoalan yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat.
Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi
pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas
tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Beban kerja dosen sekurang-kurangnya
sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) dan
sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester. Beban kerja dosen wajib dilaporkan oleh
masing-masing dosen setiap semesternya, dilaporkan kepada Ketua Program Studi,
Pimpinan Perguruan Tinggi, Asesor dan Koordinator yang membawahi perguruan tinggi.
Untuk pelaporan BKD, dosen sudah dipandu dengan program yang sudah di desain oleh DIKTI dan
DIKTIS.
Dosen wajib memiliki NIDN (Nomor Induk Dosen
Nasional) baik yang diangkat oleh yayasan (swasta) maupun yang diangkat oleh
negara (PNS), untuk persyaratan dikeluarkannya NIDN dosen mesti mempersiapkan
bahan-bahan yang dapat upload pada
forlap pangkalan data pendidikan tinggi (PDDIKTI) yang diregister oleh
Kemenristek Dikti. Namun untuk perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Agama PTKI/PTKIS mesti
divalidasi terlebih dahulu oleh Tim Validasi Diktis (Pendidikan Tinggi Islam)
Kementerian Agama Republik Indonesia. Seluruh data dosen dan kinerja dosen pada
saat ini dapat dilihat pada forlap PDDIKTI. Adapun persyaratan bahan-bahan yang
dilengkapi dalam pengurusan NIDN diantaranya SK pengangkatan bagi Dosen PNS dan
SK dosen tetap yang dikeluarkan oleh yayasan, KTP, Ijazah Strata 1, Ijazah
Strata 2, pas foto dosen, Surat keterangan bebas narkoba, surat keterangan
sehat rohani, surat keterangan sehat jasmani, jabatan fungsional yang
diterbitkan oleh Kopertais (di bawah
naungan Kopertis tidak wajib melampirkan jabatan fungsional), kontrak kerja,
surat penyataan pimpinan perguruan tinggi, surat keterangan aktif melaksanakan
tridharma perguruan tinggi dan riwayat pendidikan. Keseluruhan data tersebut
dibantu pengirimannya melalui operator perguruan tinggi.
Sama dengan guru, para dosen ini juga dapat
imbalan bagi yang memenuhi semua persyaratan. Imbalan yang dimaksud adalah gaji
pokok beserta tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan
profesional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan maslahat tambahan.
Yang dimaksud dengan tunjangan kehormatan ialah tunjangan yang hanya diberikan
kepada dosen yang menjabat guru besar setelah berdinas dua tahun. Di samping imbalan tersebut di atas para dosen juga
diberikan peluang untuk studi atau melakukan penelitian dengan tetap mendapat
gaji penuh karena penelitian dan pengabdian dinilai bagian pokok kinerja dosen.[18]
Di akhir
pembahasan ini penulis ingin mengatakan bahwa pendidik, guru ataupun dosen memiliki
hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing, maka oleh sebab itu ketika beban kinerja sudah berada dipundak
kita mari kita jalankan secara profesional, selalu berusaha meningkatkan
kompetensi, berintegritas dan memiliki dedikasi yang baik dalam menjalankan
tugas.
D.
Rekomendasi
Mendidik yang khas ialah membuat kesempatan dan
menciptakan situasi yang kondusif agar peserta didik mau dan dapat belajar atas
dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, minat, pribadi, dan
potensi-potensi lainnya secara optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Dengan demikian hanya pendidik profesionallah yang dapat melakukan pekerjaan
mendidik. Perilaku mendidik yang perlu dikembangkan antara lain sebagai mitra
peserta didik, disiplin, berdialog dengan pikiran kritis, melakukan dialektika
budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern, memberikan kesempatan kreatif,
berproduksi, dan berprilaku sehari-hari yang positif pada setiap peserta didik. Atas dasar inilah maka perlu kiranya penulis sarankan kepada
seluruh tenaga pendidik baik itu guru maupun dosen agar selalu meningkatkan
kompetensinya sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Dengan begitu di satu sisi-pendidik-akan dapat
menyelenggarakan pendidikan yang sesungguhnya. Dan sisi lain tentu perlu kerja
sama yang sinergis antara semua komponen pendidikan dan para stakeholder karena pendidikan adalah sistem.
E.
Penutup
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Guru dan dosen merupakan tenaga profesional maka oleh sebab
itu sebagai tenaga profesional mereka wajib menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan keprofesionalannya. Profesional adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman.
Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan Kompetensi. Jakarta: PT. Aksara, 2002.
Harefa, Andrias.
Membangkitkan Roh Profesionalisme. Jakarta: Gramedia, 1999.
Nurdin, Syafruddin. Guru Profesional &
Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching, 2005.
Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Sahertian, Piet A. Profil
Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset, 1994.
Sa`ud, Syaefudin. Pengembangan
Profesi Guru. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sutrisno &
Suryadi, Desain Kurikulum Perguruan
Tinggi Mengacu KKNI, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000.
______________. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002.
[2] Syafruddin
Nurdin, Guru Profesional &
Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 13.
[3] Oemar
Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendidikan Kompetensi, (Jakarta:
PT. Aksara, 2002),
h. 1-2.
[5] M. Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000), h. 265.
[6] Bab I ayat
I Pasal IV Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
[7] Andrias Harefa, Membangkitkan Roh
Profesionalisme, (Jakarta:
Gramedia, 1999), h. 22-23.
[8] Muhammad Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h. 15.
[14] Sutrisno
& Suryadi, Desain Kurikulum Perguruan
Tinggi Mengacu KKNI, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2016), h. 109
[16] Bab 1 Pasal
1 Peraturan
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2015
[17] Bab III Pasal 43
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2015
[18] Made
Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus
Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 71.