Sabtu, 20 Mei 2017

Jurnal edisi desember 2016 pada jurnal sakinah STITNU Sakinah Dharmasraya



PROFESIONALITAS PENDIDIK

Oleh: Alde Rado, MA[1]


ABSTRACT

Educator represents one of the professional energy which executes its duty of Education environment. Start from drawing up study materials / lecturing, executing study process / lecturing up to step evaluate study / lecturing. In reaching good performance hence professional energy must be drawn up better as well, going through education ladder which is linear with its duty, answering the demand of condition by qualification as professional energy of teacher for example owning certificate as a teacher so also with lecturer is obliged to go through minimum ladder of strata two and have certificate, owning and integrity  have dedication to shouldered duty as educator energy. Related to Governmental lecturer and teacher have assured in Law Number 14 Year 2005 about Teacher and Lecturer.

Key Words: Teacher, Lecturer and Professional.

A.    Pendahuluan

P
endidik dalam artian luas adalah setiap orang yang berkewajiban membina anak-anak. Secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar. Sebab secara alamiah pula anak manusia membutuhkan pembimbingan seperti itu karena ia dibekali insting sedikit sekali untuk mempertahankan hidupnya. Dalam hal ini, orang-orang yang berkewajiban membina anak secara alamiah adalah orang tua mereka masing-masing, warga masyarakat, dan lingkungannya.

Sementara itu, pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis pendidik ini diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan. Pendidik ini tidak cukup belajar di Perguruan Tinggi saja sebelum diangkat menjadi guru atau dosen, melainkan juga belajar dan diajar selama mereka bekerja seperti workshop, seminar, pelatihan-pelatihan agar profesionalisasi mereka semakin meningkat.

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.  Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Maka oleh sebab itu sangat perlu rasanya untuk dibahas terkait dengan profesionalisasi pendidik dalam rangka memperkaya khazanah tentang arti dan tugas pokok seorang tenaga profesional setidaknya mampu juga bekerja secara profesional di lingkungan pendidikan. Kedepan tulisan ini akan membicarakan tentang profesi pendidik.

B.     Metode Penulisan

Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan jurnal ini adalah pendekatan kepustakaan, merujuk ke buku-buku yang relevan dengan judul yang penulis tuangkan serta melakukan analisis deskriptif dan mensinkronisasikan teori dengan realitas sekarang. Semoga karya ilmiah ini dapat menjadikan bekal, pedoman dan perbaikan kinerja pendidik di masa yang akan datang.





C.    Profesionalitas Pendidik

1.      Pengertian Profesionalitas

Istilah profesional diserap dari bahasa Inggris (profesion), bahasa Belanda (profassi) atau bahasa Latin (profession) berarti pengakuan atau pernyataan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memiliki kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. “Profesionalisasi ialah proses membuat suatu badan organisasi agar menjadi profesional”.[2]

Oemar Hamalik menjelaskan bahwa profesi adalah suatu kepandaian khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan suatu pekerjaan dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[3] 

Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes dalam buku Piet A. Sahertian menjelaskan bahwa profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan menjadi pekerjaan itu sendiri.[4]

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut, memiliki keterampilan melalui ilmu pengetahuan yang mendalam, dan menempuh jenjang pendidikan khusus sebagai sebuah persyaratan.

Kata profesional berasalkan dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat pekerjaan lain.[5]

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[6]

Untuk memberikan kesimpulan dari pengertian profesional sedikitnya menurut Harefa ada 13 (tiga belas) indikator sehingga seseorang dikatakan sebagai profesional, yaitu:
a.       Bangga pada pekerjaan, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas.
b.      Berusaha meraih tanggung jawab.
c.       Mengantisipasi, dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif.
d.      Mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas.
e.       Melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka.
f.       Selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang-orang yang mereka layani.
g.      Ingin belajar sebanyak mungkin.
h.      Benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani.
i.        Belajar memahami dan berfikir seperti orang-orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang itu tidak ada di tempat.
j.        Mereka adalah pemain tim.
k.      Bisa dipercaya memegang rahasia.
l.        Jujur bisa dipercaya dan setia.
m.    Terbuka terhadap kritik-kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.[7]
Dari indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa profesional adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus untuk melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang ditempuhnya, ahli, memiliki kemampuan, berintegritas serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan amanah yang diberikan.

Mukhtar Lutfi dalam buku Syafruddin Nurdin menjelaskan bahwa ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:
1)      Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidup.
2)      Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan/keahlian yang khusus dipelajari.
3)      Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur dan anggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat dijadikan pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan terhadap mereka yang membutuhkan.
4)      Profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan secara material/finansial sebagai diri sendiri.
5)      Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang dilayani.
6)      Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsip atau norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekannya seprofesi.
7)      Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat.
8)      Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subyeknya. 




Sedangkan syarat profesi menurut Uzer Usman adalah:
a.       Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
b.      Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c.       Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
d.      Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
e.       Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
f.       Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
g.      Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti guru dengan muridnya.
h.      Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.[8]

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang direncanakan, menempuh pendidikan dan pengalaman sistematis, terukur dan dapat dikembangkan, memiliki nilai-nilai pengabdian sehingga membutuhkan keikhlasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab keprofesian, banyak hal yang kita ketahui tentang tenaga profesi seperti guru, dosen, notaris, pilot, dokter, pengacara dan lain-lain. Sehingga para profesional mampu memainkan peran sesuai dengan job description  masing-masing. Tidak dipungkiri juga tenaga profesional mengukur segala sesuatu itu dengan nilai-nilai materil, nilai pragmatis yang terkadang tidak menjaga kredibilitas kinerjanya sebagai tenaga yang profesional.  
               
2.      Profesi Pendidik

Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik, dengan demikian waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga ia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan gaji dan penghargaan.[9] 

Guru dan dosen sebagai pendidik anak bangsa merupakan jabatan profesional, mereka menempuh jenjang pendidikan dan pengalaman yang jelas, memberikan kontribusi ilmu pengetahuan kepada peserta didik sesuai dengan kualifikasi ilmu pengetahuan yang dimilikinya, diberikan tunjangan profesi oleh pemerintah, difasilitasi untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi tenaga yang profesional, namun sangat disayangkan realita hari ini para pendidik sudah mulai tidak menjaga kehormatannya sebagai tenaga yang profesional, tidak lagi menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kampus ataupun di sekolah, tidak memiliki semangat hidup untuk mengembangkan kompetensi diri, marah dikritik atau dinilai teman sejawat, tidak mampu memanajemen keuangan sehingga pikirannya terkuras dalam memikirkan ekonomi rumah tangga sehingga mendeskriminatifkan tugas sebagai pendidik yang profesional, prilaku yang menyimpang karena tidak dilandaskan kepada keimanan dan ketaqwaan. 

Sedangkan menurut Al-Kanani salah seorang pakar pendidikan Islam mengemukakan persyaratan seorang pendidik atas tiga macam, yaitu: Berkenaan dengan dirinya, berkenaan dengan pelajaran dan yang berkenaan dengan muridnya.

Syarat-syarat yang berhubungan dengan dirinya, yaitu:
a.       Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat ilmiah yang diberikan Allah kepadanya.
b.      Hendaknya guru memelihara kemuliaan ilmu.
c.       Hendaknya guru bersifat zuhud.
d.      Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise atau kebanggaan atas orang lain.
e.       Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara’ dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya.
f.       Hendaknya guru memelihara syiar-syiar Islam.
g.      Hendaknya guru rajin melakukan hal-hal yang di sunatkan agama.
h.      Hendaknya guru memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulan dengan orang banyak dan menghindari diri dari akhlak yang tercela.
i.        Hendaknya guru mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.
j.        Hendaknya guru selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah dari padanya baik dari segi kedudukannya ataupun dari usianya.
k.      Hendaknya guru rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu.

Syarat-syarat yang berhubungan dengan pelajaran, yaitu:
a.       Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, hendaknya guru bersuci dari hadast dan kotoran serta menggunakan pakaian yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syariat.
b.      Ketika keluar dari rumah guru hendaknya berdoa agar tidak sesat dan terus berzikir kepada Allah SWT.
c.       Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang dapat terlihat oleh semua murid.
d.      Sebelum memulai mengajar, guru hendaknya membaca sebagian dari Al-Qur’an agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmallah.
e.       Guru hendaknya mengajar bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingan.
f.       Hendaknya guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah.
g.      Hendaknya guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan kepada objek tertentu.
h.      Hendaknya guru menegur murid-murid yang tidak menjaga sopan santun.
i.        Hendaknya guru bersikap bijak dalam penyampaian pelajaran, dan menjawab pertanyaan.


Kode etik guru di tengah-tengah para murid antara lain:
a.       Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharap ridho Allah.
b.      Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat yang tulus dalam belajar.
c.       Guru hendaknya mencintai muridnya seperti dia mencintai dirinya sendiri.
d.      Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
e.       Menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dipahami dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
f.       Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya.
g.      Guru hendaknya bersikap adil terhadap sesama muridnya.
h.      Berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid, baik dengan kedudukan ataupun dengan hartanya.
i.        Guru hendaknya terus menerus membantu perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya.[10]

Tak dapat dipungkiri bahwa guru juga seorang manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka juga mempunyai rasa marah, kesal, benci dan sebagainya. Namun karena mereka sudah menyandang predikat sebagai seorang guru yang digugu dan ditiru, maka mau tidak mau suka tidak suka, mereka harus mau untuk introspeksi, berbenah diri, terus belajar dan menjaga citranya sebagai seorang pendidik atau guru.

Profesionalitas guru pada akhirnya tercermin dalam berbagai keahlian yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran baik terkait dengan bidang keilmuan yang diajarkan, kepribadian, metodologi, pembelajaran, maupun psikologi belajar. Sudarman Danim menjelaskan bahwa “guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh profesi keguruan”.[11] Jadi guru profesional adalah guru yang senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan disampaikan dalam interaksi pembelajaran, serta senantiasa mengembangkan kemampuannya secara berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang dimiliki maupun pengalamannya.

Dengan cara demikian guru akan memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dalam interaksi belajar mengajar sehingga dengan kemampuannya baik dalam hal metode mengajar, gaya mengajar ataupun penyampaian materi pelajaran bisa menyukseskan interaksi belajar mengajar ataupun proses belajar mengajar.

Maka dapat disimpulkan profesional dalam bidang keguruan berarti orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dengan bidangnya yaitu sebagai guru. Setiap guru yang profesional dalam melaksanakan pekerjaannya mempunyai ciri-ciri yang harus ada pada guru tersebut, menurut Syaefudin Sa`ud profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.[12]

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu dalam Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyatakan bahwa kompetensi guru mencakup pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Selanjutnya sertifikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 11). Ini berarti sertifikasi tidak boleh dikeluarkan oleh badan-badan ataupun lembaga-lembaga lain selain seperti tersebut di atas. Ketentuan ini bermaksud menjaga mutu kualifikasi guru.

Bagi guru yang berkualitas dan memenuhi persyaratan tersebut di atas diberi imbalan seperti tertuang dalam Pasal 15 yaitu gaji pokok, beserta tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Yang dimaksud maslahat tambahan tertuang dalam Pasal 19, berupa kesejahteraan seperti tunjangan pendidikan, asuransi beasiswa, layanan kesehatan, dan penghargaan-penghargaan tertentu. Guru juga diberi cuti seperti pegawai biasa dan tugas belajar (Pasal 40). Hal ini sangat jelas bagi kita bahwa guru memiliki tanggung jawab besar terhadap keprofesionalan kinerjanya sehingga akan balance antara hak dan kewajiban.

Setelah menguraikan tentang guru maka sedikit kita beralih membahas tentang dosen. Istilah dosen dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Secara umum persyaratan untuk dosen tidak banyak berbeda dengan persyaratan guru, seperti kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi juga dipersyaratkan bagi dosen. Pasal 46 menyatakan dosen minimal lulus magister untuk mengajar di program diploma dan sarjana, untuk lulusan program doktor mengajar di Pascasarjana. Pada Pasal 48 disebutkan persyaratan untuk menduduki jabatan guru besar harus memiliki ijazah doktor. Dengan demikian dosen nondoktor tidak diizinkan mengusul menjadi guru besar. Maksud aturan ini adalah agar guru besar memiliki kualifikasi yang bagus. Selanjutnya Pasal 49 menyebutkan guru besar yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental sangat istimewa dalam bidangnya dan diakui secara internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.    Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.    Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.    Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.   Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e.    Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f.     Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[13]

Merujuk dari Pasal 60 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dapat dipahami bahwa setiap dosen wajib merencanakan pembelajaran sebelum masuk pada tahapan proses pembelajaran, diantaranya setiap dosen harus membuat silabus dan satuan acara perkuliahan (SAP) yang mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sesuai dengan Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013 Pasal 10 ayat (4) yang berbunyi setiap program studi wajib menyusun kurikulum, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dengan mengacu kepada KKNI bidang pendidikan tinggi.

Terkait dengan kondisi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia, secara umum masih cukup beragam. Hasil penelitian Tim Pengembang Kurikulum Pendidikan Tinggi, Direktorat Pendidikan Tinggi di seluruh Kopertis, ditemukan data-data sebagai berikut :[14]
1.      Dosen kurang memahami esensi kurikulum dalam sistem pendidikan sehingga implementasi kurikulum menjadi sempit dan kaku. Artinya, pengembangan materi pembelajaran secara kontekstual masih sangat terbatas.
2.      Dosen kurang mempersiapkan perangkat pembelajaran sebelum melakukan pembelajaran sehingga perkuliahan didominasi ceramah dan atau diskusi secara menoton.
3.      Dosen kurang jelas merumuskan capaian pembelajaran sehingga sebatas memenuhi jumlah tatap muka.
4.      Penggunaan strategi dan metode pembelajaran kurang jelas sehingga perkuliahan minim kreativitas.
5.      Evaluasi pembelajaran sebatas pemberian skor/nilai sehingga kurang mengarah pada pemberian stimulus membuka potensi diri mahasiswa yang bersangkutan.
Jika temuan Tim Pengembang Kurikulum Pendidikan Tinggi, Direktorat Pendidikan Tinggi di atas dilihat dengan kacamata perkembangan metode pembelajaran berbasis kuantum, seperti accelerated learning, quantum learning, brain based learning, active learning, dan sebagainya tampak dosen-dosen di Kopertis kurang mengikuti dinamika perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang strategi pembelajaran. Dan hal yang serupa juga bisa terjadi pada dosen-dosen PTKI ataupun PTKIS jika pada personal dosen terdapat kasalahan yang serupa.
Harus diakui bahwa realitas perkuliahan atau pembelajaran di perguruan tinggi Indonesia masih sangat beragam, mulai dari yang konvensional (teacher centred) hingga modern (student centred). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran, masih ada beberapa dosen yang kurang pemahamannya atau dosen kurang peduli terhadap capaian pembelajaran beserta penggunaan strategi atau metode pembelajaran yang tepat. Maka oleh sebab itu dosen sebaiknya melakukan perubahan yang signifikan terhadap strategi pembelajaran atau perkuliahan, mulai dari desain pembelajaran, tepat dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga pembelajaran lebih efektif dan efesien dan melakukan evaluasi pembelajaran untuk mengukur capai pembelajaran.
Sistem pembelajaran yang baik adalah sistem pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar secara bermakna kepada mahasiswa untuk membuka keunikan potensi dirinya dalam menginternalisasikan knowledge, skills, dan attitudes.
Selanjutnya, sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi sering kali tidak berfungsi dengan baik, seperti sistem pendukung terkait tata kelola sumber daya manusia, sarana da prasarana, dan lingkungan pembelajaran, sistem pelayanan, monitoring dan evaluasi pembelajaran serta tindak lanjut dari evaluasi tersebut. Meskipun demikian, harus diakui bahwa masih banyak perguruan tinggi yang menerapkan sistem penjaminan mutu dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat mencapai standar minimal capaian pembelajaran yan ditetapkan. Perguruan tinggi seperti ini dapat dengan mudah diakui oleh masyarakat secara luas, baik lokal, nasional, dan internasional.  
Pada rumusan KKNI terdapat sembilan karakter proses pembelajaran yang mesti dilakukan oleh dosen. Elaborasi kemenristekdikti No. 44 Tahun 2015 Pasal 11 disebutkan bahwa :[15]
1)        Karakteristik proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf a terdiri atas sifat interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa.
2)        Interaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capai pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan proses interaksi dua arah antara mahasiswa dan dosen.
3)        Holistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa proses pembelajaran mendorong terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas dengan menginternalisasikan keunggulan dan kearifan lokal maupun nasional.
4)        Integratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang terintegrasi untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan dalam satu kesatuan program melalui pendekatan antardisiplin atau multidisiplin.
5)        Saintifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pendekatan ilmiah sehingga tercipta lingkungan akademik yang berdasarkan sistem nilai, norma, dan kaidah ilmu pengetahuan serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan.
6)        Kontekstual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capain pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan kemampuan menyelesaikan masalah ranah keahliannya.
7)        Tematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuiakan dengan karakteristik keilmuan program studi dan dikaitkan dengan permasalahan nyata melalui pendekatan transdisiplin.
8)        Efektif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna dengan mementingkan internalisasi materi secara baik dan benar dengan kurun waktu yang optimum.
9)        Kolaboratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran bersama yang melibatkan interaksi antar individu untuk menghasilkan kapitalisasi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
10)    Berpusat pada mahasiswa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalaui proses pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dan mencari dan menemukan pengetahuan.  
Merujuk dari aturan di atas dapat disimpulkan bahwa dosen mimiliki arti penting dalam transfer of knowledge dan transfer of value sehingga lulusan yang dihasilkan dari proses pembelajaran mampu mengembangkan khazanah keilmuan yang mendalam dan holistik yang mampu menjawab tantangan globalisasi di zaman yang serba kecanggihan ini, selanjutnya lulusan tidak hanya dibekali dengan ilmu pengatahuan dan teknologi saja tetapi juga di isi dengan nilai-nilai karakter yang kemudian menjadikan mahasiswa lulusan mampu menyeimbangkan kebutuhan akal dan sikap berprikemanusian yang tidak terlepas dari kontek agama. Sasaran akhir dari hasil pembelajaran yang di desian oleh dosen adalah bagaimana mahasiswa lulusan mampu menunjukkan dedikasi dari implikasi pengembangan kemampuan keterampilan dalam rangka menjawab tantangan lapangan pekerjaan baik lokal, nasional dan internasional.
Penelitian juga harus dilakukan oleh dosen, penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian suatu cabang pengetahuan dan teknologi.[16]
Kegiatan meneliti  merupakan salah satu kewajiban dosen dalam melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. melalui penelitian, banyak hasil dan dampak yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, termasuk mengembangkan dunia pendidikan. Namun sangat disayangkan tidak sedikit dosen yang hanya menghabiskan waktunya pada proses pembelajaran saja sehingga kurang mengisi waktunya pada penelitian. Jika dosen mampu meluangkan waktunya secara intensif dan fokus terhadap penelitian maka produk yang dihasilkan akan memperkaya teori dan ilmu pengetahuan yang kemudian mampu mengangkat keilmuan peneliti dan perguruan tingginya.
Selanjutnya perguruan tinggi juga ikut serta dalam mengembangkan kemampuan meneliti bagi dosen, memberikan motivasi dalam melakukan penelitian, memberikan workshop penelitian bagi peneliti pemula, menyediakan operasional penelitian atau dana penelitian bagi peneliti sehingga dosen yang malakukan penelitian dapat memotivasi dosen dalam melakukan penelitian, keterbiasaan dalam melakukan penelitian akan berdampak positif kepada karya ilmiah dosen dan kemudian akan bermuara kepada dinamika ilmiah dikalangan perguruan tinggi.   
Setidaknya ada lima standar hasil penelitian[17] :
1.      Standar hasil penelitian merupakan kriteria tentang mutu hasil penelitian.
2.      Hasil penelitian di perguruan tinggi diarahkan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
3.      Hasil penelitian merupakan semua luaran yang dihasilkan melalui kegiatan yang memenuhi kaidah dan metode ilmiah secara sistematis sesuai otonomi keilmuan dan budaya akademik.
4.      Hasil penelitian mahasiswa harus memenuhi capaian pembelajaran lulusan dan ketentuan peraturan di perguruan tinggi.
5.      Hasil penelitian tidak bersifat rahasia, tidak mengganggu dan/atau tidak membahayakan kepentingan umum atau nasional, wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan, dipublikasikan, dipatenkan, dan/atau cara lain yang dapat digunakan untuk menyampaikan hasil penelitian kepada masyarakat.      
Tugas selanjutnya adalah pengabdian masyarakat yang merupakan kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengabdian masyarakat salah satu pilar tri dharma perguruan tinggi, disamping dharma pendidikan dan pengajaran serta dharma penelitian. Pengabdian masyarakat merupakan bagian integral tri dharma perguruan tinggi yang dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari dua dharma yang lain serta melibatkan segenap sivitas akademik : dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan serta alumni.
Permenristekdikti nomor 44 tahun 2015 tentang standar nasional pendidikan tinggi bab IV pasal 55 menyebutkan bahwa standar hasil pengabdian kepada masyarakat :
1.      Standar hasil pengabdian kepada masyarakat merupakan kriteria minimal hasil pengabdian masyarakat dalam menerapkan, mengamalkan, dan membudayakan ilmu pengetahuan dan teknologi guna memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2.      Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana ayat (1) adalah :
a.       Penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat dengan memanfaatkan keahlian sivitas akademika yang relevan;
b.      Pemanfaatan teknologi tepat guna; 
3.      Bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; atau
4.      Bahan ajar atau modul pelatihan untuk pengayaan sumber belajar.         
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dosen dan segenap sivitas akademika diharapkan dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan mampu mengatasi persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Beban kerja dosen sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester. Beban kerja dosen wajib dilaporkan oleh masing-masing dosen setiap semesternya, dilaporkan kepada Ketua Program Studi, Pimpinan Perguruan Tinggi, Asesor dan Koordinator yang membawahi perguruan tinggi. Untuk pelaporan BKD, dosen sudah dipandu dengan program yang sudah di desain oleh DIKTI dan DIKTIS.

Dosen wajib memiliki NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) baik yang diangkat oleh yayasan (swasta) maupun yang diangkat oleh negara (PNS), untuk persyaratan dikeluarkannya NIDN dosen mesti mempersiapkan bahan-bahan yang dapat upload pada forlap pangkalan data pendidikan tinggi (PDDIKTI) yang diregister oleh Kemenristek Dikti. Namun untuk perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Agama PTKI/PTKIS mesti divalidasi terlebih dahulu oleh Tim Validasi Diktis (Pendidikan Tinggi Islam) Kementerian Agama Republik Indonesia. Seluruh data dosen dan kinerja dosen pada saat ini dapat dilihat pada forlap PDDIKTI. Adapun persyaratan bahan-bahan yang dilengkapi dalam pengurusan NIDN diantaranya SK pengangkatan bagi Dosen PNS dan SK dosen tetap yang dikeluarkan oleh yayasan, KTP, Ijazah Strata 1, Ijazah Strata 2, pas foto dosen, Surat keterangan bebas narkoba, surat keterangan sehat rohani, surat keterangan sehat jasmani, jabatan fungsional yang diterbitkan oleh Kopertais (di bawah naungan Kopertis tidak wajib melampirkan jabatan fungsional), kontrak kerja, surat penyataan pimpinan perguruan tinggi, surat keterangan aktif melaksanakan tridharma perguruan tinggi dan riwayat pendidikan. Keseluruhan data tersebut dibantu pengirimannya melalui operator perguruan tinggi.

Sama dengan guru, para dosen ini juga dapat imbalan bagi yang memenuhi semua persyaratan. Imbalan yang dimaksud adalah gaji pokok beserta tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan profesional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan maslahat tambahan. Yang dimaksud dengan tunjangan kehormatan ialah tunjangan yang hanya diberikan kepada dosen yang menjabat guru besar setelah berdinas dua tahun. Di samping imbalan tersebut di atas para dosen juga diberikan peluang untuk studi atau melakukan penelitian dengan tetap mendapat gaji penuh karena penelitian dan pengabdian dinilai bagian pokok kinerja dosen.[18] 

Di akhir pembahasan ini penulis ingin mengatakan bahwa pendidik, guru ataupun dosen memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing, maka oleh sebab itu ketika beban kinerja sudah berada dipundak kita mari kita jalankan secara profesional, selalu berusaha meningkatkan kompetensi, berintegritas dan memiliki dedikasi yang baik dalam menjalankan tugas.

D.    Rekomendasi

Mendidik yang khas ialah membuat kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar peserta didik mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, minat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian hanya pendidik profesionallah yang dapat melakukan pekerjaan mendidik. Perilaku mendidik yang perlu dikembangkan antara lain sebagai mitra peserta didik, disiplin, berdialog dengan pikiran kritis, melakukan dialektika budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern, memberikan kesempatan kreatif, berproduksi, dan berprilaku sehari-hari yang positif pada setiap peserta didik. Atas dasar inilah maka perlu kiranya penulis sarankan kepada seluruh tenaga pendidik baik itu guru maupun dosen agar selalu meningkatkan kompetensinya sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dengan begitu di satu sisi-pendidik-akan dapat menyelenggarakan pendidikan yang sesungguhnya. Dan sisi lain tentu perlu kerja sama yang sinergis antara semua komponen pendidikan dan para stakeholder karena pendidikan adalah sistem.

E.     Penutup

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Guru dan dosen merupakan tenaga profesional maka oleh sebab itu sebagai tenaga profesional mereka wajib menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan keprofesionalannya. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.




DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarman. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan Kompetensi. Jakarta: PT. Aksara, 2002.

Harefa, Andrias. Membangkitkan Roh Profesionalisme. Jakarta: Gramedia, 1999.

Nurdin, Syafruddin. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching, 2005.

Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Pidarta, Made. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.

Sahertian, Piet A. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset, 1994.

Sa`ud, Syaefudin. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sutrisno & Suryadi, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi Mengacu KKNI, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000.

______________. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002.


[1] Dosen STITNU Sakinah Dharmasraya sekaligus Ketua Prodi Pendidikan Guru Raudhatul Atfhal.  
[2] Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 13.
[3] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan Kompetensi, (Jakarta: PT. Aksara, 2002), h. 1-2.
[4] Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), h. 26.
[5] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 265.
[6] Bab I ayat I Pasal IV Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
[7] Andrias Harefa, Membangkitkan Roh Profesionalisme, (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 22-23.
[8] Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h. 15.
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 65.  
[10] Ramayulis, op.cit, h. 69.
[11] Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 53.
[12] Syaefudin Sa`ud, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 8.
[13] Bab V Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
[14] Sutrisno & Suryadi, Desain Kurikulum Perguruan Tinggi Mengacu KKNI, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), h. 109

[15] Ibid., h. 112-113

[16] Bab 1 Pasal 1 Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015
[17] Bab III Pasal 43 Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015

[18] Made Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar